Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2022/PN Tpg dr. Zailendra Permana Bin Zaitul RAHMAT KEJAKSAAN TINGGI KEPULAUAN RIAU cq KEJAKSAAN NEGERI BINTAN. Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 09 Feb. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2022/PN Tpg
Tanggal Surat Rabu, 09 Feb. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1dr. Zailendra Permana Bin Zaitul RAHMAT
Termohon
NoNama
1KEJAKSAAN TINGGI KEPULAUAN RIAU cq KEJAKSAAN NEGERI BINTAN.
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Dengan hormat,
Untuk dan atas nama serta kepentingan Hukum :
dr. Zailendra Permana Bin Zaitul Rahmat, tempat/tanggal lahir, Padang Sidempuan, 19 Maret 1983, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan Dokter/Kepala Puskesmas Sei Lekop, alamat Jalan Meranti, Nomor 9 RT 001/RW 004 Kelurahan Labuh baru timur, Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, atau Perumahan Puri Kencana Blok D1 Nomor 07 km 14, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Dalam hal ini diwakili oleh Kuasa Hukum/Penasihat Hukumnya, yaitu:
1.    BAKHTIAR BATUBARA, S.H. ,
2.    RIVALDHY HARMI, S.H., M.H.,
Para Advokat/Pengacara – Konsultan Hukum pada KANTOR HUKUM BAKHTIAR BATUBARA, S.H., & REKAN di Jalan W.R. Supratman Komp Perum Puri Kencana Blok F Nomor 12A, Kelurahan Pinang Kencana, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, Telp/Hp : 0821 6934 8477 -  0822 7636 1961, Berdasarkan surat kuasa bermaterai cukup tertanggal 08 Februari 2022 dan telah         teregister di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungpinang                           Nomor : 76/SK/II/2022, tertanggal 08 Februari 2022, untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON


Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA cq KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA cq. KEJAKSAAN TINGGI KEPULAUAN RIAU cq KEJAKSAAN NEGERI BINTAN. Beralamat di Jl. Raya Tanjungpinang – Tanjung Uban KM. 16 Toapaya Selatan, selaku Penyidik, selanjutnya disebut sebagai TERMOHON

Adapun yang menjadi alasan Permohonan PEMOHON adalah sebagai berikut :

1.    Bahwa Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tegas menyatakan Negara Indonesia adalah Negara Hukum, dimana salah satu ciri Negara Hukum ialah diakuinya Prinsip “Due Process Of Law” atau Proses Pemeriksaan yang Benar, Fair, dan Adil yang dilakukan Negara kepada setiap orang ;
2.    Bahwa PEMOHON berprofesi sebagai dokter dan menjabat sebagai Kepala Puskesmas Sei Lekop Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau ;
3.    Bahwa PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka dalam Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Mark Up Insentif Tenaga Kesehatan Perorangan Covid-19 oleh Oknum Pegawai pada Puskesmas Sei Lekop Kabupaten Bintan sesuai dengan Surat Penetapan Tersangka Nomor : PRINT-05/L.10.15/Fd.1/12/2021 Kejari Bintan, tertanggal 09 Desember 2021 ;
4.    Bahwa PEMOHON telah dilakukan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-04.a/L.10.15/Fd.1/12/2021 Kejari Bintan, tertanggal 30 Desember 2021 ;
5.    Bahwa PEMOHON saat ini telah ditahan berdasarkan Surat Penahanan Tersangka Nomor : PRINT-01/L.10.15/Fd.1/01/2022 Kejari Bintan, tertanggal 19 Januari 2022, dan Surat Perpanjangan Penahanan Tersangka Nomor SPP : 01 /L.10.15/Fd.1/02/2022 Kejari Bintan tertanggal 07 Februari 2022 ;
6.    Bahwa PEMOHON dalam Penetapan dan Penahanan Tersangkanya, tidak berdasarkan hasil audit Kerugian Keuangan Negara sebagaimana yang telah diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2016 Poin 6, yang menyebutkan “dalam salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya badan pemeriksa keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan Negara” ;
7.    Bahwa yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memilik kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan / Inspektorat / Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan Negara ;
8.    Bahwa PEMOHON melalui Kuasa Hukum/Penasihat Hukumnya telah mengajukan Surat Permohonan terkait permintaan Penangguhan/Pengalihan Penahanan, Rincian / Perhitungan Kerugian Negara dan daftar nama Tenaga Kesehatan yang menerima Insentif Covid-19 di Puskesmas Sei Lekop Kabupaten Bintan tertanggal 02 Februari 2022 ;
9.    Bahwa TERMOHON telah memberikan Jawaban atas Permohonan Tersangka dr. Zailendra Permana terkait permintaan Penangguhan/Pengalihan Penahanan, rincian / perhitungan kerugian Negara yang diduga dilakukan Tersangka dr. Zailendra Permana dan daftar nama Tenaga Kesehatan yang menerima Insentif Covid-19 di Puskesmas Sei Lekop Kabupaten Bintan, sesuai Surat Nomor : B-398/L.10.15/Fd.1/02/2022  tertanggal 03 Februari 2022 ;
10.    Bahwa adapun isi Surat Nomor : B-398/L.10.15/Fd.1/02/2022  tertanggal 03 Februari 2022, pada intinya TERMOHON belum bisa mengabulkan/menyetujui Permohonan PEMOHON terkait Penangguhan/Pengalihan Penahanan dan Permohonan Rincian / Perhitungan Kerugian Negara yang diduga dilakukan PEMOHON dan Daftar Nama Tenaga Kesehatan yang menerima Insentif Covid-19 di Puskesmas Sei Lekop Kabupaten Bintan tidak dapat diberikan oleh TERMOHON ;
11.    Bahwa mengingat situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir serta kurang/minimnya tenaga kesehatan di Kabupaten Bintan yang pada khususnya yaitu dokter sebagaimana merupakan profesi/pekerjaan PEMOHON, sehingga sudah sepantasnya PEMOHON dapat melaksanakan kembali aktifitas untuk membantu mengurangi dan mencegah penyebaran Covid-19 serta masyarakat yang masih membutuhkan perawatan dan pengobatan Kesehatan akibat terpapar Covid-19 ;
12.    Bahwa PEMOHON selaku Ketua Satgas (Satuan Tugas) Covid-19 dalam Hal ini Garda Terdepan untuk kesehatan masyarakat umum, telah berjuang optimal tanpa kenal waktu dan lelah, bahkan mengorbankan dirinya beserta istri dan anak-anaknya terpapar Covid-19 ;
13.    Bahwa dalam  perspektif sistem peradilan pidana Indonesia, asas oportunitas diartikan sebagai asas hukum yang memberikan wewenang pada Jaksa Agung untuk tidak melakukan Penuntutan demi kepentingan umum ;
14.    Bahwa kaidah dari asas oportunitas disebut dengan deponering yang berarti pengesampingan perkara pidana demi kepentingan umum.
15.    Bahwa Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif ;
16.    Bahwa Asas Kebijaksanaan menghendaki pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada Peraturan Perundang-undangan Formal ;
17.    Bahwa Keselamatan Rakyat merupakan Hukum tertinggi bagi suatu Negara “salus populi suprema lex esto” ;
18.    Bahwa TERMOHON terlalu cepat dalam menetapkan Status Tersangka terhadap PEMOHON, dikarenakan TERMOHON tidak menimbang terlebih dahulu adanya dasar hukum Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2021 pada Pasal 22 Ayat 2 yang berbunyi “Pemantauan dan Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dikoordinasikan secara berjenjang oleh Dinas Kesehatan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota” ;
19.    Bahwa berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 25/PUU-XIV/2016 tertanggal 05 Desember 2016 yang pada amar putusannya menyatakan kata “dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ;
20.     Bahwa jika merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 25/PUU-IV/2016 seharusnya untuk dapat menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 haruslah terlebih dahulu ditetapkan dan diniliai  kerugian negara secara nyata karena dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi yang semula merupakan delik formil telah bergeser menjadi delik materil ;
21.    Bahwa sesuai Penjelasan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dimaksud dengan "secara nyata telah ada kerugian keuangan negara" adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk ;
22.    Bahwa pada saat PEMOHON ditetapkan tersangka, belum ada penilaian dan penetapan berapa besar jumlah kerugian keuangan negara yang diduga diakibatkan karena perbuatan yang disangkakan PEMOHON ;
23.    Bahwa pada tanggal 15 Desember 2021 PEMOHON diperiksa masih sebagai Saksi pada saat itu juga Berita Acara Pemeriksaan Saksi belum selesai ditandatangani, TERMOHON telah mengumumkan ke publik PEMOHON telah ditetapkan Tersangka ;
24.    Bahwa pada saat PEMOHON di periksa sebagai Tersangka pada tanggal 29 Desember 2021  PEMOHON juga menanyakan berapa sebenarnya besarnya kerugian tetapi tetap TERMOHON menyampaikan belum selesai perhitungan ;
25.    Bahwa karena terdapat pergeseran yang semula merupakan delik formil dan sekarang menjadi delik materil maka berapa jumlah dan besaran kerugian sudah sepatutnya PEMOHON berhak mengetahuinya yang mana hingga akhirnya PEMOHON mengirimkan surat Nomor : 002/UM-BB/II/2022 tertanggal  02 Februari 2022 yang pada pokoknya PEMOHON meminta haknya untuk mengetahui berapa besaran kerugian negara akibat perbuatan PEMOHON, tetapi tetap pihak TERMOHON tidak mampu menyampaikan besaran kerugian secara nyata akibat perbuatan PEMOHON ;
26.    Bahwa PEMOHON menegaskan yang berhak menilai/ menetapkan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tetapi di dalam perkara aquo hingga saat ini berapa kerugian secara nyata tidak pernah PEMOHON terima dari TERMOHON ;
27.    Bahwa tanpa adanya hasil audit dari lembaga yang berwenang serta tidak jelasnya berapa kerugian secara nyata yang terjadi di dalam perkara aquo sehingga telah cukup beralasan hukum untuk menyatakan Penetapan Status Tersangka pada PEMOHON terlalu dini (premature) dilakukan oleh TERMOHON ;

[
Berdasarkan atas alasan-alasan/ uraian-uraian hukum di atas, maka PEMOHON memohon kepada Hakim Yang Mulia  yang memeriksa dan mengadili perkara A quo sudah cukup beralasan hukum agar berkenan untuk memutuskan hal-hal sebagai berikut :
1.    Mengabulkan Permohonan Praperadilan PEMOHON untuk seluruhnya
2.    Menyatakan Penetapan Tersangka Nomor : PRINT-05/L.10.15/Fd.1/12/2021 Kejari Bintan, tertanggal 09 Desember 2021 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-04.a/L.10.15/Fd.1/12/2021 Kejari Bintan, tertanggal 30 Desember 2021 serta Surat Penahanan Tersangka Nomor : PRINT-01/L.10.15/Fd.1/01/2022 Kejari Bintan, tertanggal 19 Januari 2022, dan Surat Perpanjangan Penahanan Tersangka Nomor SPP : 01 /L.10.15/Fd.1/02/2022 Kejari Bintan tertanggal 07 Februari 2022 terhadap PEMOHON adalah tidak sah
3.    Memerintahkan kepada TERMOHON untuk membatalkan status Tersangka terhadap PEMOHON dan  membebaskan PEMOHON dari penahanan
4.    Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya yang timbul dalam Perkara ini
Apabila Hakim Yang Mulia yang Memeriksa dan Mengadili Perkara A Quo, berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya ( ex aequo et bono )

 

Pihak Dipublikasikan Ya