Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2021/PN Tpg JULIET ASRIL KEJAKSAAN TINGGI KEPULAUAN RIAU Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 04 Agu. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2021/PN Tpg
Tanggal Surat Selasa, 03 Agu. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1JULIET ASRIL
Termohon
NoNama
1KEJAKSAAN TINGGI KEPULAUAN RIAU
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Dengan Hormat,

Perkenankanlah kami :
Edward Banner Puba,SH.,MH kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada “Edward Banner Puba,SH.,MH & PARTNERS” Advocate & Legal Consultant yang beralamat di Jl. Perumahan Taman Duta Mas Blok A8 Nomor 6,Kota Batam Kepulauan Riau Telp. (0778) 462535, HP. 081372512972.
Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 3 Agustus 2021, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama Pemberi Kuasa , selanjutnya disebut sebagai PEMOHON ——————————————————————————————
——————————–M E L A W A N——————————–
KEJAKSAAN TINGGI KEPULAUAN RIAU yang beralamat di Jl. Sungai Timun No.01 Kota Tanjung Pinang,Kepulauan Riau selanjutnya disebut sebagai TERMOHON ————————
Untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal Primair Pasal 2 ayat (1)Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU RI N0.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Subsidiar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU RI N0.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :
I.     DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
a.    Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1.    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3.    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
b.    Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1.    sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
c.    Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
d.    Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1.    Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
2.    Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
4.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
5.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
6.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.: 143/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel 29 November 2016
7.    Dan lain sebagainya
e.    
f.    Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
1.    Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
o    [dst]
o    [dst]
o    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
o    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
g.    Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
 
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1.PERKARA SUDAH DALUWARSA DALAM PIDANA
Bahwa Pemohon dijadikan sebagai tersangka oleh Termohon dengan Pasal Primair Pasal 2 ayat (1)Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Subsidiar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU RI N0.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Bahwa sesuai dengan pasal 78 KUHP ayat (1) Poin ke 4 menyatakan :

Pasal 78
Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluarsa :

4.Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,sesudah delapan belas tahun;

Bahwa oleh karena Pasal Primair Pasal 2 ayat (1)Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Subsidiar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU RI N0.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP,mempunyai ancaman maksimal seumur hidup maka tenggang waktu daluwarsa pasal yang ditetapkan Termohon kepada Pemohon sebagai Tersangka sesuai dengan pasal 78 KUHP ayat (1) Nomor 4 adalah 18 tahun.

Bahwa sesuai dengan Pasal 79 KUHP berbunyi :

Pasal 79 KUHP

Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan,kecuali dalam hal-hal berikut :

1.Mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang,tenggang waktu mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan;
2.Mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328,329,330, dan 333,tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia;
3.Mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a,tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu,menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke Kantor Panitera suatu pengadilan,dipindah kekantor tersebut.

Bahwa pasal Pasal Primair Pasal 2 ayat (1)Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Subsidiar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU RI N0.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP bukanlah merupakan pasal yang termasuk dalam pengecualian waktu daluwarsa sesuai pasal 79 KUHP Nomor 1 hingga Nomor 3,maka tenggang waktu daluwarsa dalam pasal yang ditetapkan Termohon kepada Pemohon sebagai Tersangka dinyatakan secara tegas dan lugas  tenggang perhitungan daluwarsa mulai dihitung setelah 1 hari sesudah perbuatan yang diduga tindak pidana tersebut dilakukan.

Bahwa sesuai dengan perhitungan daluwarsa yang dihitung setelah 1 hari sesudah perbuatan yang diduga tindak pidana tersebut dilakukan dihubungkan dengan pasal dan permasalahan yang dipersangkakan terhadap Pemohon,maka perhitungan daluwarsa adalah 1 hari setelah Proses PERJANJIAN TUKAR GULING TANAH DAN BANGUNAN (Ruislag) Antara Radio Republik Indonesia (RRI) Dengan PT.  Lengkuas Indah Jaya, Tanjung Pinang terjadi pada tanggal 12 Desember 2002,sesuai dengan Akta Notaris Augi Nugroho Hartadji Nomor 16 Tertanggal 12 Desember 2002,Notaris Di Tanjung Pinang.

Bahwa berdasarkan pasal Pasal 97 KUHP dalam menentukan satu bulan adalah 30 hari ,sedangkan satu tahun ada 12 bulan sehingga 12 x 30 = 360 hari 1 tahun,sehingga delapan belas tahun dikali 360 hari =6.480 hari.
No    Tanggal dan Waktu Kalender    Jumlah Hari
1    13 Desember 2002 s/d 31 Desember 2002    19
2    Tahun 2003    365
3    Tahun 2004    366
4    Tahun 2005    365
5    Tahun 2006    365
6    Tahun 2007    365
7    Tahun 2008    366
8    Tahun 2009    365
9    Tahun 2010    365
10    Tahun 2011    365
11    Tahun 2012    366
12    Tahun 2013    365
13    Tahun 2014    365
14    Tahun 2015    365
15    Tahun 2016    366
16    Tahun 2017    365
17    Tahun 2018    365
18    Tahun 2019    365
19    Tahun 2020    366
20    Tanggal 1 Januari 2021 s/d Tanggal 3 Agustus 2021    215
    Waktu Daluwarsa    6480 hari
    Total Poin 1 – 20    6.808 hari

Bahwa jika dihitung dari 13 Desember 2002,6.480 hari setelahnya adalah tanggal 9 September 2020,yang artinya dimulai dari 10 September 2020 perkara tersebut sudah daluwarsa.Bahwa sesuai dengan KUHP,tenggang waktu adalah delapan belas tahun yaitu 30 hari dikali 12 bulan dikali 18 tahun sama dengan 6.480 hari,sehingga sudah daluwarsa selama 6.808 hari - 6.480 hari =328 hari.Berdasar pada analisa diatas, maka jelas penyidikan yang dilakukan Termohon termasuk didalamnya penetapan Tersangka terhadap diri Termohon adalah cacat hukum, mengingat telah melewati jangka waktu yang telah ditentukan oleh KUHP,yaitu 6.480 hari untuk itu baik penyidikan, maupun penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak sah dan cacat hukum,karena tidak dapat dilanjutkan ke tahap penuntutan dan disidangkan di Pengadilan.
Bahwa contoh Putusan Prapid yang menyatakan sependapat tentang Daluwarsa dalam Aspek Formil proses pidana telah diakui dalam proses peradilan, dimana pada praktiknya, terbukti alasan ini digunakan dalam Putusan Praperadilan sehingga mengabulkan permohonan praperadilan yang beralasan daluwarsa, seperti pada Putusan Praperadilan Nomor: 143/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel. Dalam kasus ini, Irsanto Ongko (Pemohon) ditetapkan sebagai Tersangka setelah melalui hasil Penyidikan yang meliputi pemeriksaan terhadap para saksi, ahli dan didukung oleh barang bukti berupa dokumen. Kemudian pada 13 Oktober 2015 Badan Reserse Kriminal Polri (Termohon), secara meyakinkan menetapkan Pemohon sebagai tersangka tindak pidana kesaksian dan keterangan palsu, setelah terpenuhi lebih dari dua alat bukti yaitu keterangan saksi, ahli, surat dan persesuaian antara keterangan saksi, ahli dan surat.Terhadap penetapan tersangka ini, melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pemohon mengajukan permohonan praperadilan yang pada pokoknya meminta hakim untuk menyatakan tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/1064/IX/2015/Bareskrim tanggal 10 September 2015 adalah tidak sah, sebab tindak pidana yang disangkakan kepada pemohon telah kedaluwarsa. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan bahwa tindak pidana kesaksian palsu yang telah dilaporkan oleh Pelapor (Doly Sagita Hutagalung) pada tanggal 10 September 2015 dengan surat laporan polisi Nomor: LP/1064/IX/2015/Bareskrim, tertanggal 10 September 2015 telah lewat tenggang waktu untuk memproses perkara ini. Kemudian hakim menyatakan bahwa waktu Penetapan Pemohon sebagai Tersangka telah melampaui waktu/Daluwarsa, sebagaimana hal ini bertentangan dengan Pasal 76 huruf c2 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 mengenai Demi Hukum perkara telah daluwarsa.Sehingga penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh Termohon tidak mempunyai kekuatan hukum.Kemudian hakim dalam putusannya Nomor: 143/Pid.Prap/ 2016/PN.Jkt.Sel tanggal 29 November 2016 menjatuhkan putusan untuk mengabulkan permohonan praperadilan dan menyatakan bahwa proses penyidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan oleh termohon adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum. Hakim kemudian memerintahkanTermohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Pemohon dan menerbitkan Surat Penghentian Proses Penyidikan (SP3), termasuk menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon. Dalam putusan ini dapat kita lihat bahwa hakim telah melakukan penilaian terhadap penetapan tersangka dengan menganggap daluwarsa sebagai bagian dari aspek formil. Hakim dalam putusannya juga telah membahas mengenai daluwarsa yang diatur di dalam Pasal 79 KUHP. Sehingga, berdasarkan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap ini (inkracht van gewijsde), maka dapat dilihat bahwa daluwarsa digolongkan dalam aspek formil suatu perkara, sehingga dapat digunakan sebagai alasan praperadilan.
Bahwa contoh lain putusan praperadilan yang menyatakan daluwarsa saat ini adalah putusan 20/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL tertanggal 2 April 2019, dengan amar putusan sebagai berikut :
MENGADILI
1.    Mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon untuk sebagian;
2.    Menyatakan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka dalam Laporan Polisi Nomor: LP/1064/IX/2015/Bareskrim, tanggal 10 September 2015 oleh TERMOHON sudah daluwarsa/habis waktu;
3.    Menyatakan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, oleh karena sudah daluwarsa;
4.    Menolak permohonan Pemohon selain dan selebihnya;
5.    Membebankan biaya perkara kepada Termohon sejumlah NIHIL;
Bahwa dengan amar putusan 20/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL tertanggal 2 April 2019 poin 3 yang berbunyi “Menyatakan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, oleh karena sudah daluwarsa;membuktikan bahwa Praperadilan mempunyai wewenang untuk menyatakan suatu tindak pidana sudah daluwarsa.
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
1.    Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan Dihapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dari Pemohon, yakni Kejaksaan Tinggi  Kepulauan Riau (Kejati Kepri) terhadap Pemohon;
3.    Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Termohon/Kejati Kepri Kepri Nomor :Print -212/L.10/Fd.1/07/2021 tanggal 26 Juli 2021 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum karena daluwarsa dan tidak dapat  dilanjutkan ke tahap penuntutan;
4.    Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Termohon/Kejati Kepri Nomor :Print -57/L.10/Fd.1/03/2021 tanggal 15 Maret 2021 yang menjadi dasar Surat Penetapan Tersangka Nomor :PRINT-212/L.10/Fd.1/07/2021 tanggal 26 Juli 2021 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum, oleh karena sudah daluwarsa dan tidak dapat dilanjutkan ke tahap penuntutan;
5.    Menyatakan  tindakan Termohon/Kejati Kepri menetapkan Pemohon sebagai tersangka berdasarkan  Surat Penetapan Tersangka Nomor :PRINT-212/L.10/Fd.1/07/2021 tanggal 26 Juli 2021 dengan dugaan tindak pidana korupsi, oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum oleh karena sudah daluwarsa dan tidak dapat dilanjutkan ke tahap penuntutan;
6.    Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon/Kejati Kepri yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon, maupun Perintah Penyidikan kepada Pemohon,oleh karena sudah daluwarsa dan tidak dapat dilanjutkan ke tahap penuntutan;
7.    Memerintahkan kepada Termohon/Kejati Kepri untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan /SP-3,oleh karena sudah daluwarsa dan tidak dapat dilanjutkan ketahap penuntutan;
8.    Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
9.    Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

 

 

Pihak Dipublikasikan Ya