Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2021/PN Tpg NGUAN SENG ALias HENKY KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KEPULAUAN RIAU Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 14 Apr. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2021/PN Tpg
Tanggal Surat Rabu, 14 Apr. 2021
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1NGUAN SENG ALias HENKY
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KEPULAUAN RIAU
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Tanjung Pinang, 09 April 2021

Kepada Yth :
KETUA PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG
Di Sei Jang, Bukit Bestari, Kota Tanjung Pinang
Kepulauan Riau.

Perihal :     Permohonan Praperadilan Terhadap Tidak Sahnya Penetapan Tersangka Atas Nama Nguan Seng Alias Henky.

Dengan Hormat,
Perkenankan kami, HERDIKA SUKMA NEGARA, S.H.; ADRIANUS AGAL, S.H., M.H.; SETIYONO, S.H., M.H.; KORBINIANUS MOLMEN NOMER, S.H.; KHALID AKBAR, S.H.; dan GIGIH HERMAWAN, S.H., M.H., Advokat/Penasehat Hukum pada Law Office HERDIKA SUKMA NEGARA & PARTNERS, “Advocates & Counsellors at Law”, beralamat di Jalan Mampang Prapatan Raya Nomor 73A, Lantai 3, Kelurahan Tegal Parang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, Indonesia 12790, selanjutnya dipilih sebagai domisili hukum, yang dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor : 008/SKK/HSNP/IV/2021 tanggal 08 April 2021 (terlampir) bertindak untuk dan atas nama serta mewakili kepentingan hukum Klien Kami yaitu NGUAN SENG ALIAS HENKY, yang beralamat di Jalan Tambak Nomor 122, RT.003 RW.003, Kelurahan Kemboja, Kecamatan Tanjung Pinang Barat, Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau, untuk selanjutnya disebut sebagai .......................................................................................................................PEMOHON ;


Bahwa PEMOHON dalam hal ini hendak mengajukan Permohonan Praperadilan mengenai tidak sahnya penetapan tersangka terhadap diri PEMOHON berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 dan Surat Kepolisian Resort Tanjung Pinang Nomor B/15.b/II/RES.1.11/2021/Reskrim pada tanggal 20 Februari 2021 Perihal Pemberitahuan Penetapan Tersangka, kepada :

KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KEPULAUAN RIAU cq KEPALA KEPOLISIAN RESORT TANJUNG PINANG cq KEPALA SATUAN RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN RESORT TANJUNG PINANG, yang beralamat di Sei Jang, Bukit Bestari, Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau, untuk selanjutnya disebut sebagai ....................................................................................................TERMOHON ;

Adapun hal-hal yang menjadi dasar dan alasan hukum dalam pengajuan permohonan praperadilan ini adalah sebagai berikut :

I.    DASAR HUKUM PENGAJUAN PERMOHONAN PRAPERADILAN.
1.    Bahwa tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan terhadap hak asasi manusia. Secara doktriner, menurut Prof. Dr. Andi Hamzah, S.H., berpendapat bahwa praperadilan merupakan sebuah lembaga untuk mengadukan adanya pelanggaran hak sasi manusia dalam sebuah proses pemeriksaan perkara pidana yang berpedoman pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (untuk selanjutnya disebut “KUHAP”). Lembaga praperadilan ini dibentuk dengan menginspirasi adanya prinsip-prinsip yang bersumber pada hak-hak yang diatur dalam Habeas Corpus pada sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan yang sangat fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Pada dasarnya, Habeas Corpus Act memberikan hak kepada setiap orang melalui suatu surat perintah dari lembaga pengadilan untuk menuntut pejabat atau petugas penegak hukum yang melaksanakan ketentuan hukum pidana formil untuk melaksanakan norma-norma hukum pidana formil tersebut secara benar dan tidak menyalahgunakan kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum pidana formil tersebut ;
2.    Bahwa eksistensi dari lembaga praperadilan sebagaimana yang diatur dan diamanatkan oleh KUHAP (in casu Bab I ketentuan Pasal 1 angka 10 KUHAP, Bab X Bagian Kesatu ketentuan Pasal 77 KUHAP sampai dengan Pasal 82 KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu ketentuan Pasal 95 KUHAP dan Pasal 96 KUHAP) memiliki maksud dan tujuan sebagai sarana kontrol atau pengawasan untuk menguji tentang keabsahan penggunaan kewenangan oleh pejabat atau petugas penegak hukum (in casu Penyelidik, Penyidik maupun Penuntut Umum). Selain itu, eksistensi lembaga praperadilan juga bagian dari sebuah upaya atau mekanisme koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang oleh pejabat atau petugas penegak hukum (in casu Penyelidik, Penyidik maupun Penuntut Umum) yang bertentangan dengan koridor hukum yang tekah ditentukan secara tegas oleh KUHAP guna menjamin perlindungan hukum dan hak asasi manusia bagi setiap warga negara termasuk halnya perlindungan hukum dan hak asasi manusia dari PEMOHON dalam permohonan ini. Menurut pendapat atau doktrin hukum dari Luhut M.P. Pangaribuan, dijelaskan bahwa lembaga praperadilan yang terdapat dan diatur dalam KUHAP identic dengan lembaga pre trial sebagaimana yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang pada pokoknya menjelaskan bahwa dalam sebuah struktur masyarakat yang beradad maka pemerintah wajib untuk selalu memberikan jaminan hak kemerdekaan untuk setiap orang ;
3.    Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 77 KUHAP sampai dengan ketentuan Pasal 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji keabsahan terhadap tindakan atau upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum sudah sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dan juga untuk menguji keabsahan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan atau penuntutan secara cermat atau tidak. Hal ini didasarkan alasan bahwa tuntutan utama Praperadilan adalah mengenai sah atau tidak sahnya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan ;
4.    Bahwa menurut pendapat atau doktrin dari Indriyanto Seno Adji menjelaskan bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan (termasuk Termohon sebagai salah satu institusi yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan) yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon) ;
5.    Bahwa dalam perkembangannya, kewenangan lembaga praperadilan yang pada awalnya bersifat limitatif sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 77 KUHAP, kemudian diperluas dan ditambahkan kewenangannya oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 (selanjutnya disebut “Putusan MKRI Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015”). Adapun diktum Putusan MKRI Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, pada pokoknya berbunyi sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan:
1.    Mengabulkan permohonan PEMOHON untuk sebagian;
1.1.    Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, danvPasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
1.2.    Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termut dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
1.3.    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8  Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan;
1.4    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
2.    Menolak permohonan PEMOHON untuk selain dan selebihnya;
3.    Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
6.    Bahwa berpedoman pada ketentuan Pasal 1 angka 10 KUHAP, ketentuan Pasal 77 KUHAP dan Putusan MKRI Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka kewenangan lembaga praperadilan adalah sebagai berikut :
a.    Memeriksa dan memutus tentang sah atau tidak sahnya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan ;
b.    Memeriksa dan memutus tentang ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan ;
c.    Memeriksa dan memutus tentang sah atau tidak sahnya penetapan tersangka ;
d.    Memeriksa dan memutus tentang sah atau tidak sahnya penggeledahan ;
e.    Memeriksa dan memutus tentang sah atau tidak sahnya penyitaan ;
7.    Bahwa berkaitan dengan kewenangan untuk memeriksa dan mengadili mengenai keabsahan penetapan tersangka maka PEMOHON telah ditetapkan sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana penipuan da/atau penggelapan oleh TERMOHON berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 dan Surat Kepolisian Resort Tanjung Pinang Nomor B/15.b/II/RES.1.11/2021/Reskrim pada tanggal 20 Februari 2021 Perihal Pemberitahuan Penetapan Tersangka;

II.    PERIHAL KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG UNTUK MEMERIKSA DAN MENGADILI PERMOHONAN PRAPERADILAN YANG DIAJUKAN OLEH PEMOHON.
8.    Bahwa mencermati kembali dalil posita permohonan Angka I Nomor 5 dan Nomor 6 di atas maka salah satu kewenangan Pengadilan Negeri adalah sebagai lembaga praperadilan yang memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan;
9.    Bahwa salah satu objek pemeriksaan praperadilan yang dapat diperiksa dan diadili oleh Pengadilan Negeri sebagai lembaga Praperadilan, menurut ketentuan Pasal 1 angka 10 KUHAP, ketentuan Pasal 77 KUHAP dan Putusan MKRI Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, adalah memeriksa dan mengadili tentang sah atau tidak sahnya penetapan tersangka ;
10.    Bahwa berdasarkan doktrin hukum dari M. Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali)”, Penerbit Sinar Grafika, halaman 12, pada pokoknya menjelaskan sebagai berikut :
“Semua permohonan yang hendak diajukan untuk diperiksa oleh Praperadilan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi daerah hukum tempat di mana penangkapan, penahanan, penggeledahan, atau penyitaan itu dilakukan. Atau diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat di mana penyidik atau penuntut umum yang menghentikan penyidikan atau penuntutan berkedudukan.” Atau jika merujuk kepada hukum acara yang bersifat kontentiosa adalah di tempat TERMOHON berdomisili/bertempat tinggal;
11.    Bahwa dikarenakan yang menjadi objek permohonan praperadilan aquo yang diajukan oleh PEMOHON adalah mengenai ketidakabsahan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON yang berdomisili atau berkantor di dalam wilayah atau yurisdiksi hukum Pengadilan Negeri Tanjung Pinang maka, sudah sepatutnya secara hukum, Pengadilan Negeri Tanjung Pinang memiliki kewenangan baik secara absolut maupun relatif untuk memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan yang diajukan oleh PEMOHON ;

III.    PERIHAL KEDUDUKAN HUKUM DAN KEPENTINGAN HUKUM PEMOHON DALAM PERMOHONAN PRAPERADILAN.
12.    Bahwa PEMOHON adalah seorang warga negara Indonesia yang dilaporkan terkait dengan adanya dugaan tindak pidana penipuan dan/atau tindak pidana penggelapan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHPidana dan/atau Pasal 372 KUHPidana berdasarkan Laporan Polisi Resor Tanjung Pinang Nomor : LP-B/129/VIII/2019/KEPRI/SPK-Res Tpi, tanggal 20 Agustus 2019 (selanjutnya disebut “Laporan Polisi Polres Tanjung Pinang Nomor B/129/VIII/2019/KEPRI/SPK-Res Tpi”) ;
13.    Bahwa atas dasar Laporan Polisi Polres Tanjung Pinang Nomor B/129/VIII/2019/KEPRI/SPK-Res Tpi tersebut maka TERMOHON secara sepihak dan tanpa melalui proses penyelidikan yang patut, kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim, tanggal 17 Februari 2021 (selanjutnya disebut “SPrint Dik Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim”) ;
14.    Bahwa 3 (tiga) hari setelah diterbitkannya SPrint Dik  Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim tersebut maka TERMOHON secara sepihak dan tanpa melalui mekanisme tahapan gelar perkara telah menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka melalui Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 dan Surat Kepolisian Resort Tanjung Pinang Nomor B/15.b/II/RES.1.11/2021/Reskrim pada tanggal 20 Februari 2021 Perihal Pemberitahuan Penetapan Tersangka yang diterima oleh PEMOHON pada tanggal 20 Februari 2021 ;
15.    Bahwa berdasarkan hal tersebut maka PEMOHON memiliki kedudukan hukum dan kepentingan hukum (legal standing atau persona standi in judicio) untuk mengajukan pengujian ketidakabsahan penetapan status Tersangka atas nama PEMOHON (NGUAN SENG Alias HENKY) yang ditetapkan oleh TERMOHON berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 ;

IV.    PERIHAL URAIAN FAKTA-FAKTA HUKUM.
16.    Bahwa PEMOHON adalah seorang warga negara Indonesia yang dilaporkan oleh Sdr. Laurence M. Takke terkait dengan adanya dugaan tindak pidana penipuan dan/atau tindak pidana penggelapan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHPidana dan/atau Pasal 372 KUHPidana berdasarkan Laporan Polisi Polres Tanjung Pinang Nomor B/129/VIII/2019/KEPRI/SPK-Res Tpi ;
17.    Bahwa adapun pokok permasalahan yang dilaporkan oleh Sdr. Laurence M. Takke dilatarbelakangi oleh peristiwa adanya proses jual beli bidang tanah milik PEMOHON yang terletak atau berlokasi di Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang total seluas 9 Ha (Sembilan Hektar) ;
18.    Bahwa proses jual beli atas bidang tanah tersebut disepakati untuk dibagi menjadi dua, yaitu pertama kali proses jual beli bidang tanah seluas 3 Ha (Tiga Hektar) dan yang kedua adalah proses jual beli bidang tanah hektar dan 6 Ha (Enam Hektar) ;
19.    Bahwa proses jual beli pertama antara PEMOHON dengan Sdr. Laurence M. Takke atas tanah seluas 3 Ha (Tiga Hektar) telah dilakukan secara sah dengan dibuktikan adanya Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23 dan Akta Pengoperan Dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjung Pinang, Robbi Purba, S.H., M.Kn., dan juga telah dilakukan pemeriksaan bahwa bidang tanah tersebut telah terdaftar (teregister) dan tercatat, dan juga telah adanya pembayaran uang pembelian sebesar Rp 6.700.000.000,00 (Enam Milyar Tujuh Ratus Juta Rupiah) secara sukarela dan sah oleh Sdr. Laurence M. Takke kepada PEMOHON ;
20.    Bahwa selanjutnya, dalam proses jual beli yang kedua untuk bidang tanah milik PEMOHON seluas 6 Ha (Enam Hektar) maka telah dibuat Legalisasi Kesepakatan Bersama antara PEMOHON dengan Sdr. Laurence M. Takke Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019 yang pada pokoknya menjelaskan bahwa Sdr. Laurence M. Takke sebagai Pihak Kedua/Pihak Pembeli sepakat dan sudah mengetahui bahwa surat atas bidang tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian masalah dan PEMOHON berjanji akan menyelesaikan masalah surat tanah tersebut dengan tepat waktu (vide Pasal 2 Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019) ;
21.    Bahwa dikarenakan surat bidang tanah masih dalam proses penyelesaian masalah oleh PEMOHON sebagaimana yang disepakati bersama antara PEMOHON dengan  Sdr. Laurence M. Takke maka belum pernah ada perbuatan pembayaran dari Sdr. Laurence M. Takke sebagai Pihak Kedua/Pihak Pembeli kepada PEMOHON sebagai Pihak Pertama/Pihak Penjual ;
22.    Bahwa berdasarkan dalil posita permohonan Angka IV Nomor 21 tersebut maka belum pernah ada perbuatan hukum jual beli bidang tanah secara tunai menurut hukum tanah yang berlaku dikarenakan fakta adanya Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019 yang disepakati secara tegas antara Sdr. Laurence M. Takke sebagai Pihak Kedua/Pihak Pembeli kepada PEMOHON sebagai Pihak Pertama/Pihak Penjual dan juga dikarenakan adanya fakta adanya persyaratan keperdataan yang wajib dipenuhi terlebih dahulu oleh PEMOHON untuk dapat terpenuhi pelaksanaan jual beli yang kedua tersebut ;  
23.    Bahwa namun demikian, faktanya, Sdr. Laurence M. Takke, telah membuat laporan dugaan tindak pidana penipuan dan/atau tindak pidana penggelapan pada tanggal 20 Agustus 2019 di Kepolisian Resor Tanjung Pinang (TERMOHON);
TERMOHON TELAH MELAKUKAN SERANGKAIAN TINDAKAN YANG MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN DAN BERSIFAT MAL-ADMINISTRASI SELAMA DALAM PROSES TAHAPAN PENYELIDIKAN DAN TAHAPAN PENYIDIKAN YANG BERTENTANGAN DAN TIDAK SESUAI DENGAN KUHAP DAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2019 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA.
24.    Bahwa setelah adanya laporan dari Sdr. Laurence M. Takke maka TERMOHON secara sepihak langsung menetapkan status penyidikan tanpa didasarkan adanya gelar perkara penyelidikan (pra penyidikan) terkait dengan adanya Laporan Polisi Polres Tanjung Pinang Nomor B/129/VIII/2019/KEPRI/SPK-Res Tpi yang diajukan oleh Sdr. Laurence M. Takke ;
25.    Bahwa menurut ketentuan Pasal 9 Perkap Nomor 6 Tahun 2019, pada pokoknya menjelaskan bahwa dari hasil penyelidikan (tahap awal) yang dilakukan oleh Penyelidik maka wajib dilaksanakan gelar perkara untuk dapat menilai dan memutuskan mengenai peristiwa yang dilaporkan tersebut adalah tindak pidana atau bukan tindak pidana. Apabila peristiwa yang laporkan tersebut dinilai sebagai tindak pidana maka kemudian dilanjutkan ke tahap penyidikan ;
26.    Bahwa pada faktanya, TERMOHON di bulan Februari 2021 langsung menetapkan status penyidikan berdasarkan SPrint Dik Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim tanggalnya 17 Februari 2021 dan kemudian – tiga hari selanjutnya –langsung menetapkan status Tersangka kepada PEMOHON berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 dan hasil gelar perkara tanggal 20 Februari 2021 ;
27.    Bahwa penetapan PEMOHON sebagai Tersangka yang dilakukan oleh TERMOHON juga sangat bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 25 Perkap Nomor 6 Tahun 2019 karena didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut :
a.    Bahwa peristiwa yang terjadi dalam jual beli bidang tanah antara PEMOHON dengan Sdr. Laurence M. Takke adalah murni peristiwa dan perbuatan keperdataan sebagaimana yang didukung oleh Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23 dan Akta Pengoperan Dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjung Pinang, Robbi Purba, S.H., M.Kn untuk bidang tanah yang dijual oleh PEMOHON kepada Sdr. Laurence M. Takke seluas 3 Ha (Tiga Hektar) dan juga didukung oleh Legalisasi Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019 untuk bidang tanah yang dijual oleh PEMOHON kepada Sdr. Laurence M. Takke seluas 6 Ha (Enam Hektar). Dengan demikian, maka tidak pernah ada peristiwa atau perbuatan tindak pidana dalam peristiwa jual beli bidang tanah antara PEMOHON dengan Sdr. Laurence M. Takke pidana karena tidak pernah didasarkan pada adanya penggunaan nama palsu atau martabat palsu dan juga tidak pernah didasarkan pada adanya tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan ;
b.    Bahwa tidak adanya minimum 2 (dua) alat bukti yang didukung dengan barang bukti untuk membuktikan secara permulaan mengenai adanya perbuatan pidana dalam peristiwa jual beli bidang tanah antara PEMOHON dengan Sdr. Laurence M. Takke – yang secara yuridis perbuatan jual beli antara PEMOHON dengan Sdr. Laurence M. Takke  tersebut adalah murni perbuatan hukum keperdataan dan bukan perbuatan tindak pidana karena tidak pernah didasarkan pada adanya penggunaan nama palsu atau martabat palsu dan juga tidak pernah didasarkan pada adanya tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan. Adapun perbuatan jual beli bidang tanah antara PEMOHON dengan Sdr. Laurence M. Takke tersebut didasarkan pada adanya kesepakatan secara keperdataan  ;
c.    Bahwa TERMOHON dalam jangka waku yang sangat singkat, yaitu 3 (tiga) hari terhitung sejak adanya SPrint Dik Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim sampai dengan adanya Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 telah menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka tanpa melalui adanya proses tahapan penyelidikan terlebih dahulu dan gelar perkara pra penyidikan (di tahap penyelidikan) ;
Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka cukup beralasan bahwa Penetapan Tersangka terhadap PEMOHON yang dilakukan oleh TERMOHON harus dinyatakan tidak sah dan karenanya terhadap SPrint Dik Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim serta Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum ;
28.    Bahwa TERMOHON juga telah melakukan tindakan mal-administrasi dalam hal mana TERMOHON tidak pernah memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada PEMOHON terhitung sejak ditetapkannya penyidikan berdasarkan SPrint Dik Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim sampai dengan ditetapkannya PEMOHON sebagai Tersangka berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021;
29.    Bahwa selain adanya penetapan Tersangka yang tidak sah oleh TERMOHON tersebut maka juga terdapat adanya perbuatan secara sewenang-wenang yang dilakukan oleh TERMOHON kepada PEMOHON dengan memerintahkan kepada PEMOHON melakukan wajib lapor kepada TERMOHON setiap hari terhitung sejak tanggal 23 Februari 2021 sampai dengan diajukannya Permohonan aquo ;
30.    Bahwa adanya perintah wajib lapor dari TERMOHON kepada PEMOHON tersebut merupakan bentuk tindakan mal-administrasi dan tindakan yang menyalahgunakan kewenangan karena bertentangan dengan asas legalitas dalam hukum acara pidana yaitu tidak pernah didasarkan pada adanya dokumen tertulis baik berupa Surat Perintah Wajib Lapor atau Surat lainnya sebagaimana yang diatur baik dalam KUHAP maupun dalam Perkap Nomor 6 Tahun 2019. Selain itu, adanya perintah wajib lapor dari TERMOHON kepada PEMOHON tersebut tidak pernah mempertimbangkan aspek kemanusiaan (humanisme) dikarenakan PEMOHON, pada faktanya, sudah berusia 82 (Delapan Puluh Dua) Tahun dan juga memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik dalam hal mana PEMOHON selain menderita penyakit kanker prostat dan PEMOHON juga memiliki masalah kesehatan pada bagian indera penglihatannya dalam hal mana 1 (satu) indera penglihatan (mata) PEMOHON dalam kondisi buta dan 1 (satu) indera penglihatan (mata) PEMOHON lainnya juga tidak dapat melihat secara sempurna (fugsi penglihatannya hanya sekitar 50%) dikarenakan penyakit glukoma yang diderita oleh PEMOHON selama ini ;

II.    PETITUM
Berdasarkan dalil-dalil sebagaimana yang telah djelaskan di atas, maka dengan ini PEMOHON memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Pinang casu quo Yang Mulia Hakim Praperadilan yang memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan ini kiranya berkenan memutuskan dengan amar :
1.    Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya ;
2.    Menyatakan Penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON (Kepolisian Resor Tanjung Pinang) berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim, tanggal 17 Februari 2021 terhadap PEMOHON adalah tidak sah secara hukum ;
3.    Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim, tanggal 17 Februari 2021 adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum ;
4.    Menyatakan Penetapan Tersangka oleh TERMOHON terhadap diri PEMOHON berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 adalah tidak sah secara hukum ;
5.    Menyatakan Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum  ;
6.    Menghukum TERMOHON untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.
Atau,
Apabila Yang Mulia Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Tanjung Pinang yang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)
Hormat kami,
KUASA HUKUM PEMOHON
Law Office HERDIKA SUKMA NEGARA & PARTNERS


HERDIKA SUKMA NEGARA, S.H.

 

ADRIANUS AGAL, S.H., M.H.


SETIYONO, S.H., M.H.


KORBINIANUS MOLMEN NOMER, S.H.


KHALID AKBAR, S.H.


GIGIH HERMAWAN, S.H., M.H.

 

Pihak Dipublikasikan Ya